MAKALAH
PRODUKSI PAKAN TERNAK
FERMENTASI
|
O
L E H :
Dafid
Kirene / 331 12 052
Maria
Densi Kasianus / 331 12 058
Asri
Audina Sultan / 331 12 062
Sitti
Jamilah / 331 12 073
JURUSAN
D3 TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK
NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada
kata terindah yang dapat penulis haturkan selain rasa puji syukur kehadirat
Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah yang telah diberikan-Nya, baik itu
nikmat waktu, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul “Produksi Pakan Ternak Fermentasi”, yang
merupakan tugas mata kuliah Teknologi Bioproses. Salam dan salawat penulis
kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
orang-orang yang menjadi pengikut setianya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa
dalam peyusunan makalah ini ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan
tantangan. Namun berkat kerja sama, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak
terutama untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Wassalam.
Makassar,
April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang.................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
II.1.
Teknologi Fermentasi...................................................................... 6
II.2.
Contoh Fermentasi Pakan Ternak.................................................... 6
II.2.1. Fermentasi Lumpur Kelapa
Sawit Sebagai Pakan Ternak..... 6
II.2.2. Metode
Penelitian................................................................. 8
II.3.
Mikroorganisme dan Substrat......................................................... 10
II.4.
Kandungan Gizi Lumpur Sawit Dan
Pemanfaatannya........... 11
II.5. Peningkatan Nilai Gizi Lumpur Sawit....................................... 13
II.6. Kendala Pemanfaatan Produk Fermentasi................................ 14
BAB
III PENUTUP
III.1.
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 15
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 16
B
A B I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pakan ternak merupakan
kebutuhan primer dalam dunia usaha ternak secara intensif dimana biaya pakan
dapat mencapai 70 % dari total biaya produksi. Di Indonesia kebutuhan akan
pakan masih mengandalkan produk impor sehingga jumlah impor pada setiap
tahunnya terus mengalami peningkatan. Di pihak lain, indonesia memiliki bahan
pakan lokal yang melimpah namun belum lazim digunakan. Salah satu diantaranya
adalah lumpur sawit. Beberapa penelitian mengatakan bahwa lumpur sawit dapat
digunakan sebagai pakan untuk ternak, namun kandungan serat kasar yang tinggi
serta kecernaan gizi yang rendah, sehingga penggunaanya masih sangat terbatas.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan bahan pakan ini adalah
melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dapat meningkatakan kadar
protein, asam amino serta menurunkan kadar serat lumpur sawit. (Sinurat P., 2003;).
Pemanfaatan limbah
pertanian sebagai pakan alternatif
adalah salah satu solusi
untuk menanggulagi kekurangan
pakan ternak . Dengan diversifikasi pemanfaatan produk
samping (by-product) yang sering
dianggap sebagai limbah
(waste) dari limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan dapat
mendorong perkembangan
agribisnis ternak secara integratif dalam suatu
sistem produksi terpadu
dengan pola pertanian dan
perkebunan melalui daur ulang
biomas yang ramah
lingkungan. (Samadi, Yunasri
Usmandan Mira Delima.,2010 ).Limbah pertanian terdiri dari aneka ragam
jenis, dapat berupa limbah industri perkebunan seperti lumpur sawit, bungkil
inti sawit, bungkil kelapa, limbah kakao atau limbah industri kecil seperti
onggok, ampas sagu, ampas ubi, ampas tahu, dan lain-lain (KETAREN et al., 1999;
SINURAT et al., 1996; GUNTOROdan YASA, 2005).
Pada ternak ruminansia
umumnya limbah yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak
tetapi tidak pada unggas. Kadar protein, daya cerna dan asam amino yang rendah
serta serat kasar yang tinggi (HUTAGALUNG,
1978; YEONG, 1982; ZAMORA et al.,1989)
biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan unggas.
Untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisi pada limbah
pertanian dibutuhkan suatu proses yang dapat mencakup proses fisik, kimiawi,
maupun biologis antara lain teknologi fermentasi (BAKKER et al., 1981; GHANEM et al., 1991; PASARIBU et al., 1998;
SINURAT et al., 1998a).
Teknologi fermentasi
adalah proses penyimpanan substrat dalam keadaan anaerob dengan menambahkan
mineral, menanamkan mikroba di dalamnya, dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu
dan waktu tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi terutama kadar
protein dan menurunkan kadar serat. Penggunaan teknologi fermentasi untuk
meningkatkan nilai gizi limbah pertanian sebagai sumber pakan alternatif dapat
membantu pemecahan masalah kekurangan bahan pakan unggas dan permasalahan
limbah yang tidak termanfaatkan.
B A B II
B A B II
PEMBAHASAN
2.1 Teknologi Fermentasi
2.2
Contoh Fermentasi Pakan Ternak
2.2.1 Fermentasi Lumpur Kelapa Sawit Sebagai Pakan
Ternak
Broiler salah satu
ternak unggas yang bisa menghasilkan daging dalam waktu yang relatif singkat.
Namun demikian dalam pemeliharaan broiler, ransum merupakan faktor produksi
yang membutuhkan biaya paling tinggi (60-70%). Harga ransum ayam di Indonesia
relatif mahal dibandingkan dengan nilai jual produk unggas, sehingga tidak
jarang peternak unggas mengalami kerugian. Salah satu penyebab tingginya harga
ransum di Indonesia adalah sebagian besar bahan dasar ransum masih diimpor.
Misalnya, pada tahun 2001, Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1.035.797 ton
dan bungkil kedelai 1.570.187 ton (FAO, 2003).
Untuk menekan biaya
produksi perlu diupayakan penggunaan bahan lokal yang belum umum digunakan,
harga murah, mudah didapat, nilai gizinya cukup baik serta tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan sisa-sisa
pabrik atau industri pembuatan minyak kelapa sawit (CPO). Lumpur sawit (LS)
merupakan salah satu produk samping pengolahan minyak kelapa sawit. Produksi
lumpur sawit akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi minyak sawit di
Indonesia.( BINTANG, I.A.K., A.P.
SINURAT, and T. PURWADARIA. 2003).
Jumlah produksi lumpur
sawit sangat tergantung dari jumlah buah sawit yang diolah. Menurut DEVENDRA
(1978), lumpur sawit (setara kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari tandan
buah segar atau sekitar 10% dari minyak sawit kasar yang dihasilkan. Bila pada
tahun 2001 jumlah minyak sawit yang dihasilkan sebanyak 6.325.700 ton (BPS,
2002), maka jumlah lumpur sawit yang dihasilkan adalah sebanyak 459.590 ton
kering/tahun ( ARNOLD P. SINURAT;2003).
Lumpur sawit sebagai
bahan pakan unggas belum lazim dilakukan. Bahkan lumpur sawit dinggap sebagai
sumber polusi karena tidak digunakan (YEONG, 1982). Hal ini karena kedua bahan
tersebut mempunyai nilai gizi yang rendah, terutama karena kandungan serat
kasar yang tinggi (12-16%) dan kandungan protein/asam amino yang rendah. Lumpur
sawit mengandung serat kasar yang tinggi serta daya cerna yang rendah sehingga
penggunaannya dalam ransum unggas sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan
beberapa upaya pengolahan agar penggunaannya bisa ditingkatkan. Salah satu
usaha untuk meningkatkan nilai gizi lumpur sawit untuk pakan adalah melalui
proses fermentasi ( PASARIBU et al., 1998; SINURAT et al., 1998;).
Melalui teknologi
fermentasi, kemungkinan kadar protein bahan baku tersebut di atas dapat
ditingkatkan dan kadar serat kasarnya dapat diturunkan.Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa fermentasi lumpur sawit denganAspergillus niger dapat
meningkatkan kadar protein sejati (PASARIBU,et
al., 1998).
Akan tetapi, dalam
proses fermentasi perlu diperoleh teknik agar produk fermentasi mempunyai mutu
yang baik, stabil dan sesuai dengan kebutuhan unggas. Kualitas yang stabil
sangat diperlukan dalam formulasi pakan unggas. Berdasarkan pengalaman
sebelumnya, kualitas produk (kadar protein) sangat bervariasi antar
batchpembuatan. Hal ini akan menjadi kendala dalam penyusunan ransum yang
tepat. Oleh karena itu, faktor lingkungan yang mem-pengaruhi keragaman kualitas
produk ini akan diteliti. (PASARIBU,et
al., 1998).
2.2.2 Metode Penelitian
Ø Alat
dan bahan
Alat
yang digunakan:
-
Gelas kimia
-
Baki plastiK
-
Pengaduk
-
Kantong plastik
-
Alat kukus
-
Inkubator
Bahan
yang digunakan:
-
Lumpur sawit kering
-
Asperigillus niger
-
Air
-
Ammonium sulfat
-
Urea
-
NaH2PO4
-
MgSO4
-
KCL
Ø Prosedur
kerja
-
Menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan
-
Substrat yang akan di
gunakan di sterilisasikan terlebih dahulu dengan cara mengukus pada suhu 1000C
selama 30 menit.
-
Setelah di
sterilisasikan di dinginkan sebelum di lakukan inokulasi
-
Inokulasi di lakukan
dengan cara mengaduknya secara homogen
-
Di tambahkan amonium
sulfat, urea, natrium dihidrogen fosfat, magnesium sulfat dan kalium klorida
untuk penambahan nitrogen dan mineral.
-
Substrat yang telah di
inokulasi di masukkan ke alam baki plastik yang sudah di sterilisasikan
terlebih dahulu lalu di tutupi dengan baki plastik yang
sama.
-
Di inkubasi selama 2-4
hari pada suhu 39 – 42˚C
-
Hasil inkubasi dipanen
lalu di lanjutkan dengan proses enzimatis selama 2 hari
-
Selama proses
enzimatis, pertumbuhan kapang dihentikan hanya sampai tahap miselium dengan
cara memadatkan hasil inkubasi di dalam ruangan yang kedap udara. Cara ini
dilakukan sampai kapang tidak berspora.
-
Setelah proses
enzimatis diteruskan dengan proses pengeringan produk pada suhu 60oC
hingga kadar air sekitar 11%
-
Bahan yang sudah kering
di gunakan sebagai produk fermentasi
2.3 Mikroorganisme
dan Substrat
Mikroorganisme yang
digunakan dalam proses fermentasi (Tabel 1) sangat beraneka ragam seperti;
kapang, bakteri, maupun campuran bakteri dengan kapang (PASARIBU et al.,1998;
IMSYA, 2003). Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat
meningkatkan kadar protein pada bahan atau limbah pertanian berprotein rendah
dan menurunkan kadar serat pada bahan pakan berserat tinggi (PASARIBU et al.,
1998). Pada umumnya, proses fermentasi pada limbah pertanian menggunakan A. niger,karena A. Niger mudah didapat atau
diproduksi, mudah beradaptasi pada substrat yang akan ditanami (PASARIBU et al.,1998). Tetapi perlu diperhatikan bahwa
penggunaan mikroorganisme pada proses fermentasi tergantung pada substrat yang
digunakan, misalnya Aspergillus nigertumbuh baik pada lumpur sawit sedangkan
Rhizopus oligosphorustidak tumbuh baik. Hal ini kemungkinan ada suatu zat pada
lumpur sawit yang tidak mendukung pertumbuhan
R. oligosphorustapi tidak menghambat pertumbuhan A. niger.
Mikroorganisme dapat
tumbuh baik pada substrat apabila makro dan mikro-nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme tersedia pada substrat dan suhunya sesuai dengan yang dibutuhkan
mikroorganisme bersangkutan. Selain kapang juga digunakan bakteri seperti
bakteri campuran (EM-4/bakteri asam laktat) (IMSYA, 2003). Substrat seperti
bungkil kelapa, bungkil inti sawit, dan lumpur sawit sebenarnya masih
mengandung kadar lemak yang tinggi dibandingkan dengan onggok atau ampas tahu.
Tetapi walaupun begitu ternyata A. nigerdapat tumbuh baik pada substrat ini.
Dengan demikian A. Niger merupakan jenis
kapang yang mudah beradaptasi dengan berbagai macam substrat. (PASARIBU et al., 1998; KETAREN et al., 1999).
2.4
Kandungan Gizi Lumpur Sawit Dan Pemanfaatannya
Lumpur sawit yang
dihasilkan industri pengolahan sawit masih belum dimanfaatkan secara ekonomi.
Di areal perkebunan, lumpur sawit digunakan sebagai penimbun jurang, bahkan
lumpur sawit sering dibuang sembarangan sehingga menimbulkan polusi bagi
masyarakat di sekitar perkebunan (YEONG, 1982; MEDAN POS, 1998). Lumpur sawit
kering mengandung zat gizi yang hampir sama dengan dedak, akan tetapi bahan ini
mengandung serat yang cukup tinggi. Berbagai peneliti sudah melaporkan
kandungan gizi lumpur sawit yang sangat bervariasi. Komposisi kimia dan
kandungan gizi lumpur sawit yang dikutip dari berbagai sumber pustaka disajikan
pada Tabel 1. Besarnya variasi ini mungkin tergantung padabanyak hal, termasuk
pada perbedaan proses pemisahannya dari minyak sawit. Tingginya kadar serat
kasar (11,5−32,69%) dan kadar abu (9−25%) dalam lumpur sawit, disamping
ketersediaan asam amino yang rendah, menjadi faktor pembatas dalam
pemanfatannya untuk bahan pakan ternak monogastrik (HUTAGALUNG, 1978).
Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk memanfaatkan lumpur sawit sebagai bahan pakan untuk
ternak ruminansia dan non ruminansia. SUTARDI(1991) melaporkan penggunaan
lumpur sawit untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun
sapi perah laktasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggantian semua
(100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan pertumbuhan dan
produksi susu yang sama dengan kontrol (ransum tanpa lumpur sawit). Bahkan ada
kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih
tinggi
dari kontrol.
YEONGdan AZIZAH(1987)
melaporkan bahwa pemberian lumpur sawit kering dalam ransum ayam ras petelur
hingga 20% tidak menyebabkan gangguan terhadap produksi telur, bobot telur,
efisiensi penggunaan pakan dan kualitas ("haugh unit/HU") telur. Level
ini dianggap cukup aman untuk diberikan pada ayam ras petelur, tetapi lumpur
sawit yang digunakan mengandung serat kasar (16,8%) yang cukup rendah dan
protein (13,0%) yang cukup tinggi dibandingkan dengan kadar serat kasar dan
protein lumpur sawit yang umum dilaporkan (Tabel 1).
2.5
Peningkatan Nilai Gizi Lumpur Sawit
Rendahnya nilai gizi
dan tingginya kadar serat menyebabkan lumpur sawit tidak umum digunakan sebagai
bahan pakan ternak. Oleh karena itu, nilai gizi bahan tersebut perlu ditingkatkan
agar dapat digunakan sebagai bahan pakan. Salah satu usaha yang dilakukan di
Balai Penelitian Ternak untuk meningkatkan penggunaan limbah sawit adalah
dengan teknologi fermentasi. Pada prinsipnya,
teknologi fermentasi iniadalah
membiakkan mikroorganisme terpilih pada media lumpur sawit dengan
kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut dapat berkembang dan merubah
komposisi kimia media tersebut menjadi bernilai gizi lebih baik. Pada beberapa
penelitian yang sudah dilakukan di Balai Penelitian Ternak, fermentasi
dilakukan dengan menggunakan Aspergillus
niger karena lebih mudah tumbuh pada media lumpur sawit dan nilai gizi hasil fermentasi
dianggap cukup baik. PASARIBUet al.(1998).
Aspergillus
niger sudah umum digunakan dalam proses fermentasi secara komersil dan dapat
menghasilkan enzim-enzim amilolitik, proteolitik dan lipolitik. Enzim yang
dihasilkan selama proses fermentasi ini diharapkan dapat memecah serat yang
cukup tinggi di dalam lumpur sawit menjadi molekul karbohidrat yang lebih
sederhana, sehingga meningkatkan jumlah energi yang dapat dimetabolisme oleh
ternak. Proses fermentasi ternyata dapat
meningkatkan nilai gizi lumpur sawit, antara lain meningkatkan kadar protein
kasar, kadar protein sejati dan menurunkan kadar serat kasar.
2.6 Kendala Pemanfaatan Produk
Fermentasi
Beberapa
tahapan proses yang mungkin membuat biaya proses fermentasi menjadi tinggi
adalah proses pengeringan karena kandungan air lumpur sawit yang cukup tinggi.
Disamping itu, proses fermentasi yang dikembangkan pada prinsipnya adalah untuk
menumbuhkan kapang pada media lumpur sawit. Untuk itu, dilakukan usaha
meminimalkan persaingan dengan mikroorganisme yang tidak diharapkan melalui
pengukusan atau sterilisasi. Proses ini juga mungkin akan menyebabkan biaya
tinggi. Teknik-teknik yang mungkin dapat dilakukan untuk meminimalkan biaya
dilakukan misalnya dengan memanfaatkan sumber energi yang tersedia di pabrik
sawit.
Meskipun
proses fermentasi, dapat meningkatkan kandungan gizi dan menurunkan kadar serat
lumpur sawit, masih ada faktor pembatas dalam pemanfaatannya. Seperti umumnya
protein sel tunggal, protein produk fermentasi didominasi oleh RNA (ribonucleic
acids). RNA dalam bahan pakan terfermentasi mungkin menjadi faktor pembatas,
karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme dalam tubuh ternak.
KARASAWA(1998) melaporkan bahwa pemberian 1% RNA dalam ransum broiler sudah
menyebabkan penurunan konsumsi pakan, laju pertumbuhan dan mengganggu fungsi
ginjal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Limbah pertanian berpotensi sebagai bahan pakan alternatif
dengan menggunakan teknologi fermentasi yang berperan untuk meningkatkan nilai
nutrisi limbah pertanian dan meminimumkan kadar serat kasar. Produk fermentasi
dapat diberikan 5 hingga 30% tergantung dari jenis substrat dan jenis unggas
tanpa menyebabkan kematian.
Lumpur sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas
dalam jumlah terbatas karena mengandung serat kasar dan abu yang tinggi
sedangkan kadar protein dan asam aminonya cukup rendah. Batas optimum pemberian
lumpur sawit di dalam ransum unggas adalah 5% untuk broiler, 15% untuk ayam ras
petelur, ayam kampung dan itik. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi
lumpur sawit, yaitu menurunkan serat kasar, meningkatkan kadar protein, asam
amino dan juga meningkatkan daya cerna gizinya. Produk fermentasi lumpur sawit
dapat digunakan sebagai bahan pakan unggas, meskipun masih mempunyai faktor
pembatas.
DAFTAR
PUSTAKA
A.P.Sinurat,
T. Purwadaria K, J. Rosida, H. Surachman, H. Hamid, dan I .P. Kompiang. 1998.
Pengaruh Suhu Ruang Fermentasi dan Kadar Air Substrat Terhadap Nilai Gizi
Produk Fermentasi Lumpur Sawit.
A.P.Sinurat.2003.Pemanfaatan
Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas.
Tresnawati
Purwadaria, A. P. Sinurat, T. Haryati, I. Sutikno, Supriyati, dan J. Darma.
1998. Korelasi Antara Aktivitas Enzim Mananase Dan Selulase Terhadap Kadar
Serat Lumpur Sawit Hasil Fermentasi Dengan Aspergillus Niger.
A.P.
Sinurat, T. Purwadaria, T. Pasaribu, J. Darma, I.A.K. Bintang, dan M.H. Togatorop.
2001. Pemanfaatan lumpur Sawit
UntukRransumUunggas: 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit
Sebelum dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedaging.
Tiurma
Pasaribu. 2007. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan
Pakan
Unggas di Indonesia
B
A B II
PEMBAHASAN
2.1 Teknologi Fermentasi
2.2
Contoh Fermentasi Pakan Ternak
2.2.1 Fermentasi Lumpur Kelapa Sawit Sebagai Pakan
Ternak
Broiler salah satu
ternak unggas yang bisa menghasilkan daging dalam waktu yang relatif singkat.
Namun demikian dalam pemeliharaan broiler, ransum merupakan faktor produksi
yang membutuhkan biaya paling tinggi (60-70%). Harga ransum ayam di Indonesia
relatif mahal dibandingkan dengan nilai jual produk unggas, sehingga tidak
jarang peternak unggas mengalami kerugian. Salah satu penyebab tingginya harga
ransum di Indonesia adalah sebagian besar bahan dasar ransum masih diimpor.
Misalnya, pada tahun 2001, Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1.035.797 ton
dan bungkil kedelai 1.570.187 ton (FAO, 2003).
Untuk menekan biaya
produksi perlu diupayakan penggunaan bahan lokal yang belum umum digunakan,
harga murah, mudah didapat, nilai gizinya cukup baik serta tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan sisa-sisa
pabrik atau industri pembuatan minyak kelapa sawit (CPO). Lumpur sawit (LS)
merupakan salah satu produk samping pengolahan minyak kelapa sawit. Produksi
lumpur sawit akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi minyak sawit di
Indonesia.( BINTANG, I.A.K., A.P.
SINURAT, and T. PURWADARIA. 2003).
Jumlah produksi lumpur
sawit sangat tergantung dari jumlah buah sawit yang diolah. Menurut DEVENDRA
(1978), lumpur sawit (setara kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari tandan
buah segar atau sekitar 10% dari minyak sawit kasar yang dihasilkan. Bila pada
tahun 2001 jumlah minyak sawit yang dihasilkan sebanyak 6.325.700 ton (BPS,
2002), maka jumlah lumpur sawit yang dihasilkan adalah sebanyak 459.590 ton
kering/tahun ( ARNOLD P. SINURAT;2003).
Lumpur sawit sebagai
bahan pakan unggas belum lazim dilakukan. Bahkan lumpur sawit dinggap sebagai
sumber polusi karena tidak digunakan (YEONG, 1982). Hal ini karena kedua bahan
tersebut mempunyai nilai gizi yang rendah, terutama karena kandungan serat
kasar yang tinggi (12-16%) dan kandungan protein/asam amino yang rendah. Lumpur
sawit mengandung serat kasar yang tinggi serta daya cerna yang rendah sehingga
penggunaannya dalam ransum unggas sangat terbatas. Untuk itu perlu dilakukan
beberapa upaya pengolahan agar penggunaannya bisa ditingkatkan. Salah satu
usaha untuk meningkatkan nilai gizi lumpur sawit untuk pakan adalah melalui
proses fermentasi ( PASARIBU et al., 1998; SINURAT et al., 1998;).
Melalui teknologi
fermentasi, kemungkinan kadar protein bahan baku tersebut di atas dapat
ditingkatkan dan kadar serat kasarnya dapat diturunkan.Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa fermentasi lumpur sawit denganAspergillus niger dapat
meningkatkan kadar protein sejati (PASARIBU,et
al., 1998).
Akan tetapi, dalam
proses fermentasi perlu diperoleh teknik agar produk fermentasi mempunyai mutu
yang baik, stabil dan sesuai dengan kebutuhan unggas. Kualitas yang stabil
sangat diperlukan dalam formulasi pakan unggas. Berdasarkan pengalaman
sebelumnya, kualitas produk (kadar protein) sangat bervariasi antar
batchpembuatan. Hal ini akan menjadi kendala dalam penyusunan ransum yang
tepat. Oleh karena itu, faktor lingkungan yang mem-pengaruhi keragaman kualitas
produk ini akan diteliti. (PASARIBU,et
al., 1998).
2.2.2 Metode Penelitian
Ø Alat
dan bahan
Alat
yang digunakan:
-
Gelas kimia
-
Baki plastiK
-
Pengaduk
-
Kantong plastik
-
Alat kukus
-
Inkubator
Bahan
yang digunakan:
-
Lumpur sawit kering
-
Asperigillus niger
-
Air
-
Ammonium sulfat
-
Urea
-
NaH2PO4
-
MgSO4
-
KCL
Ø Prosedur
kerja
-
Menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan
-
Substrat yang akan di
gunakan di sterilisasikan terlebih dahulu dengan cara mengukus pada suhu 1000C
selama 30 menit.
-
Setelah di
sterilisasikan di dinginkan sebelum di lakukan inokulasi
-
Inokulasi di lakukan
dengan cara mengaduknya secara homogen
-
Di tambahkan amonium
sulfat, urea, natrium dihidrogen fosfat, magnesium sulfat dan kalium klorida
untuk penambahan nitrogen dan mineral.
-
Substrat yang telah di
inokulasi di masukkan ke alam baki plastik yang sudah di sterilisasikan
terlebih dahulu lalu di tutupi dengan baki plastik yang
sama.
-
Di inkubasi selama 2-4
hari pada suhu 39 – 42˚C
-
Hasil inkubasi dipanen
lalu di lanjutkan dengan proses enzimatis selama 2 hari
-
Selama proses
enzimatis, pertumbuhan kapang dihentikan hanya sampai tahap miselium dengan
cara memadatkan hasil inkubasi di dalam ruangan yang kedap udara. Cara ini
dilakukan sampai kapang tidak berspora.
-
Setelah proses
enzimatis diteruskan dengan proses pengeringan produk pada suhu 60oC
hingga kadar air sekitar 11%
-
Bahan yang sudah kering
di gunakan sebagai produk fermentasi
2.3 Mikroorganisme
dan Substrat
Mikroorganisme yang
digunakan dalam proses fermentasi (Tabel 1) sangat beraneka ragam seperti;
kapang, bakteri, maupun campuran bakteri dengan kapang (PASARIBU et al.,1998;
IMSYA, 2003). Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat
meningkatkan kadar protein pada bahan atau limbah pertanian berprotein rendah
dan menurunkan kadar serat pada bahan pakan berserat tinggi (PASARIBU et al.,
1998). Pada umumnya, proses fermentasi pada limbah pertanian menggunakan A. niger,karena A. Niger mudah didapat atau
diproduksi, mudah beradaptasi pada substrat yang akan ditanami (PASARIBU et al.,1998). Tetapi perlu diperhatikan bahwa
penggunaan mikroorganisme pada proses fermentasi tergantung pada substrat yang
digunakan, misalnya Aspergillus nigertumbuh baik pada lumpur sawit sedangkan
Rhizopus oligosphorustidak tumbuh baik. Hal ini kemungkinan ada suatu zat pada
lumpur sawit yang tidak mendukung pertumbuhan
R. oligosphorustapi tidak menghambat pertumbuhan A. niger.
Mikroorganisme dapat
tumbuh baik pada substrat apabila makro dan mikro-nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme tersedia pada substrat dan suhunya sesuai dengan yang dibutuhkan
mikroorganisme bersangkutan. Selain kapang juga digunakan bakteri seperti
bakteri campuran (EM-4/bakteri asam laktat) (IMSYA, 2003). Substrat seperti
bungkil kelapa, bungkil inti sawit, dan lumpur sawit sebenarnya masih
mengandung kadar lemak yang tinggi dibandingkan dengan onggok atau ampas tahu.
Tetapi walaupun begitu ternyata A. nigerdapat tumbuh baik pada substrat ini.
Dengan demikian A. Niger merupakan jenis
kapang yang mudah beradaptasi dengan berbagai macam substrat. (PASARIBU et al., 1998; KETAREN et al., 1999).
2.4
Kandungan Gizi Lumpur Sawit Dan Pemanfaatannya
Lumpur sawit yang
dihasilkan industri pengolahan sawit masih belum dimanfaatkan secara ekonomi.
Di areal perkebunan, lumpur sawit digunakan sebagai penimbun jurang, bahkan
lumpur sawit sering dibuang sembarangan sehingga menimbulkan polusi bagi
masyarakat di sekitar perkebunan (YEONG, 1982; MEDAN POS, 1998). Lumpur sawit
kering mengandung zat gizi yang hampir sama dengan dedak, akan tetapi bahan ini
mengandung serat yang cukup tinggi. Berbagai peneliti sudah melaporkan
kandungan gizi lumpur sawit yang sangat bervariasi. Komposisi kimia dan
kandungan gizi lumpur sawit yang dikutip dari berbagai sumber pustaka disajikan
pada Tabel 1. Besarnya variasi ini mungkin tergantung padabanyak hal, termasuk
pada perbedaan proses pemisahannya dari minyak sawit. Tingginya kadar serat
kasar (11,5−32,69%) dan kadar abu (9−25%) dalam lumpur sawit, disamping
ketersediaan asam amino yang rendah, menjadi faktor pembatas dalam
pemanfatannya untuk bahan pakan ternak monogastrik (HUTAGALUNG, 1978).
Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk memanfaatkan lumpur sawit sebagai bahan pakan untuk
ternak ruminansia dan non ruminansia. SUTARDI(1991) melaporkan penggunaan
lumpur sawit untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun
sapi perah laktasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggantian semua
(100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan pertumbuhan dan
produksi susu yang sama dengan kontrol (ransum tanpa lumpur sawit). Bahkan ada
kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih tinggi
dari kontrol.
YEONGdan AZIZAH(1987)
melaporkan bahwa pemberian lumpur sawit kering dalam ransum ayam ras petelur
hingga 20% tidak menyebabkan gangguan terhadap produksi telur, bobot telur,
efisiensi penggunaan pakan dan kualitas ("haugh unit/HU") telur. Level
ini dianggap cukup aman untuk diberikan pada ayam ras petelur, tetapi lumpur
sawit yang digunakan mengandung serat kasar (16,8%) yang cukup rendah dan
protein (13,0%) yang cukup tinggi dibandingkan dengan kadar serat kasar dan
protein lumpur sawit yang umum dilaporkan (Tabel 1).
2.5
Peningkatan Nilai Gizi Lumpur Sawit
Rendahnya nilai gizi
dan tingginya kadar serat menyebabkan lumpur sawit tidak umum digunakan sebagai
bahan pakan ternak. Oleh karena itu, nilai gizi bahan tersebut perlu ditingkatkan
agar dapat digunakan sebagai bahan pakan. Salah satu usaha yang dilakukan di
Balai Penelitian Ternak untuk meningkatkan penggunaan limbah sawit adalah
dengan teknologi fermentasi. Pada prinsipnya,
teknologi fermentasi iniadalah
membiakkan mikroorganisme terpilih pada media lumpur sawit dengan
kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut dapat berkembang dan merubah
komposisi kimia media tersebut menjadi bernilai gizi lebih baik. Pada beberapa
penelitian yang sudah dilakukan di Balai Penelitian Ternak, fermentasi
dilakukan dengan menggunakan Aspergillus
niger karena lebih mudah tumbuh pada media lumpur sawit dan nilai gizi hasil fermentasi
dianggap cukup baik. PASARIBUet al.(1998).
Aspergillus
niger sudah umum digunakan dalam proses fermentasi secara komersil dan dapat
menghasilkan enzim-enzim amilolitik, proteolitik dan lipolitik. Enzim yang
dihasilkan selama proses fermentasi ini diharapkan dapat memecah serat yang
cukup tinggi di dalam lumpur sawit menjadi molekul karbohidrat yang lebih
sederhana, sehingga meningkatkan jumlah energi yang dapat dimetabolisme oleh
ternak. Proses fermentasi ternyata dapat
meningkatkan nilai gizi lumpur sawit, antara lain meningkatkan kadar protein
kasar, kadar protein sejati dan menurunkan kadar serat kasar.
2.6 Kendala Pemanfaatan Produk
Fermentasi
Beberapa
tahapan proses yang mungkin membuat biaya proses fermentasi menjadi tinggi
adalah proses pengeringan karena kandungan air lumpur sawit yang cukup tinggi.
Disamping itu, proses fermentasi yang dikembangkan pada prinsipnya adalah untuk
menumbuhkan kapang pada media lumpur sawit. Untuk itu, dilakukan usaha
meminimalkan persaingan dengan mikroorganisme yang tidak diharapkan melalui
pengukusan atau sterilisasi. Proses ini juga mungkin akan menyebabkan biaya
tinggi. Teknik-teknik yang mungkin dapat dilakukan untuk meminimalkan biaya
dilakukan misalnya dengan memanfaatkan sumber energi yang tersedia di pabrik
sawit.
Meskipun
proses fermentasi, dapat meningkatkan kandungan gizi dan menurunkan kadar serat
lumpur sawit, masih ada faktor pembatas dalam pemanfaatannya. Seperti umumnya
protein sel tunggal, protein produk fermentasi didominasi oleh RNA (ribonucleic
acids). RNA dalam bahan pakan terfermentasi mungkin menjadi faktor pembatas,
karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme dalam tubuh ternak.
KARASAWA(1998) melaporkan bahwa pemberian 1% RNA dalam ransum broiler sudah
menyebabkan penurunan konsumsi pakan, laju pertumbuhan dan mengganggu fungsi
ginjal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Limbah pertanian berpotensi sebagai bahan pakan alternatif
dengan menggunakan teknologi fermentasi yang berperan untuk meningkatkan nilai
nutrisi limbah pertanian dan meminimumkan kadar serat kasar. Produk fermentasi
dapat diberikan 5 hingga 30% tergantung dari jenis substrat dan jenis unggas
tanpa menyebabkan kematian.
Lumpur sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas
dalam jumlah terbatas karena mengandung serat kasar dan abu yang tinggi
sedangkan kadar protein dan asam aminonya cukup rendah. Batas optimum pemberian
lumpur sawit di dalam ransum unggas adalah 5% untuk broiler, 15% untuk ayam ras
petelur, ayam kampung dan itik. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi
lumpur sawit, yaitu menurunkan serat kasar, meningkatkan kadar protein, asam
amino dan juga meningkatkan daya cerna gizinya. Produk fermentasi lumpur sawit
dapat digunakan sebagai bahan pakan unggas, meskipun masih mempunyai faktor
pembatas.
DAFTAR
PUSTAKA
A.P.Sinurat,
T. Purwadaria K, J. Rosida, H. Surachman, H. Hamid, dan I .P. Kompiang. 1998.
Pengaruh Suhu Ruang Fermentasi dan Kadar Air Substrat Terhadap Nilai Gizi
Produk Fermentasi Lumpur Sawit.
A.P.Sinurat.2003.Pemanfaatan
Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas.
Tresnawati
Purwadaria, A. P. Sinurat, T. Haryati, I. Sutikno, Supriyati, dan J. Darma.
1998. Korelasi Antara Aktivitas Enzim Mananase Dan Selulase Terhadap Kadar
Serat Lumpur Sawit Hasil Fermentasi Dengan Aspergillus Niger.
A.P.
Sinurat, T. Purwadaria, T. Pasaribu, J. Darma, I.A.K. Bintang, dan M.H. Togatorop.
2001. Pemanfaatan lumpur Sawit
UntukRransumUunggas: 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit
Sebelum dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedaging.
Tiurma
Pasaribu. 2007. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan
Pakan
Unggas di Indonesia
Halo, saya Helena Julio dari Ekuador, saya ingin berbicara tentang Layanan Pendanaan Le_Meridian tentang topik ini.Le_Meridian Layanan Pendanaan memberi saya dukungan keuangan ketika semua bank di kota saya menolak permintaan saya untuk memberi saya pinjaman 500.000.00 USD, saya mencoba semua yang saya bisa untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank saya di sini di Ekuador tetapi mereka semua menolak saya karena kredit saya rendah tetapi dengan rahmat Tuhan saya jadi tahu tentang Le_Meridian jadi saya memutuskan untuk mencoba mengajukan permohonan pinjaman. dengan insya Allah mereka memberi saya pinjaman 500.000.00 USD permintaan pinjaman yang ditolak bank-bank saya di sini di Ekuador, sungguh luar biasa melakukan bisnis dengan mereka dan bisnis saya berjalan dengan baik sekarang. Berikut adalah Email Investasi Pendanaan Le_Meridian / Kontak WhatsApp jika Anda ingin mengajukan pinjaman dari mereka.Email:lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.comWhatsApp Contact: + 1-989-394-3740.
BalasHapusCasino and Hotel - Mapyro
BalasHapusCasino and Hotel in Hwy 나주 출장마사지 36, Hwy 36. (Mapyro) 나주 출장안마 · The nearest casino to Interstate 45 is Tropicana (I-45) 청주 출장안마 · Tropicana 고양 출장샵 in 강릉 출장마사지